Rabu, 02 Februari 2011

Gaji Presiden Akan Jadi Patokan





JAKARTA, Kementerian Keuangan akan menjadikan gaji Presiden Republik Indonesia sebagai benchmark atau tolok ukur gaji dan penghasilan pejabat negara lain, dari Ketua DPR hingga wakil bupati.

Hal itu dipandang penting karena beban kerja Presiden merupakan yang terbesar dan terberat dibandingkan pejabat negara lain.

"Kalau kita ingin merngubah gaji atau remunerasi, itu harus dikaitkan dengan level pekerjaannya (job grade). Jadi, gaji dikaitkan dengan pertanggungjawabannya. Dan basis 100 persennya itu ada di presiden kemudian nanti menteri, misalkan 60 persen dari gaji presiden dan mungkin gubernur 50 persen dari presiden. Semua itu perlu proses kalibrasi," ujar Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo di Jakarta, Senin (31/1/2011), seusai menghadiri rapat koordinasi tentang persiapan kunjungan presiden ke Nusa Tenggara Timur, yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.

Menurut Agus, gaji presiden saat ini jauh dari layak. Penghasilan presiden yang diterima selama ini Rp 62 juta per bulan sebagai total take home pay (penghasilan bersih yang dibawa ke rumah). Meskipun beban kerjanya menjadi yang terberat, presiden tidak mendapatkan tunjangan tambahan.

Adapun pejabat negara lain, seperti anggota DPR, bisa memperoleh take home pay yang jauh lebih tinggi dari presiden. Begitu juga dengan gubernur di beberapa provinsi yang dilaporkan mendapatkan take home pay terlalu tinggi karena lebih tinggi di atas rata-rata take home pay gubernur lain.

"Presiden tuh hanya dapat gaji pokok. Tunjangan-tunjangan yang lain tuh presiden tidak ngambil. Akan tetapi, pejabat-pejabat yang lain itu ada yang mendapatkan tunjangan-tunjangan yang lain. Jadi ini perlu ada penyelarasan," katanya.

Agus menekankan bahwa penyesuaian gaji pejabat negara itu akan menghasilkan penetapan yang adil. Nantinya, jika ada pejabat negara yang merasa penghasilannya sudah terlalu besar dan mengembalikan gajinya itu, dipersilakan. Namun, Kementerian Keuangan tidak ingin sikap pejabat itu menunda kebijakan penyesuaian gaji tersebut.

"Ketua-ketua pengadilan yang ada di daerah dan gaji pokok gubernur dan bupati rendah sekali, tetapi bukan berarti penerimaannya rendah. Penerimaan mereka tinggi karena ada tunjangan-tunjangan, tetapi ada provinsi tertentu yang gubernurnya tidak punya tunjangan lain karena memang tidak berhasil menghimpun pendapatan asli daerah," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar